Breaking News

Sunday, September 2, 2012

Biografi Chairul Tanjung




Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dilahirkan di Jakarta dalam keluarga yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar beroplah kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara lainya. Ketika Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di kamar losmen yang sempi

Dia merupakan adalah pengusaha asal Indonesia. Namanya dikenal luas sebagai usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group, Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega

Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul masuk Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Ketika kuliah inilah ia mulai masuk dunia bisnis. Dan ketika kuliah juga, ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional 1984-1985. Demi memenuhi kebutuhan kuliah, Ia mulai berbisnis dari awal yakni berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Ia juga membuka usaha foto kopi di kampusnya. Chairul juga pernah mendirikan sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.

Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim, mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan 160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha sendiri.

Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega. Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).

Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di bidang finansial antara lain Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital Indonesia, Bank Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans 7, Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio. Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi, Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp. membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40 persen. Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding) pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di Perancis.



Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar.

Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan (network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman dengan petugas pengantar surat pun adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya, ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.

Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam menjalankan bisnis.

Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu. Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya. Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.


Isi lainnya 



Dari selembar kain batik halus milik ibunya, 31 tahun lalu, Chairul Tanjung atau CT kini mampu menyediakan pekerjaan bagi sekitar 75.000 orang di berbagai perusahaan miliknya. Kalau rata-rata karyawan itu anggota keluarganya empat orang, maka sekitar 300.000 orang hidup dari berbagai kegiatan usahanya.

Saya yakin, hal itu tidak akan mungkin terjadi tanpa kehendak Yang Maha Kuasa,” ujar Chairul saat berbincang santai di sela-sela kesibukannya mempersiapkan peresmian Kompleks Trans Studio dan hotel mewah berstandar internasional, Trans Luxury Hotel, di Bandung, Jawa Barat, Kamis (28/6) malam.

Oleh karena itu, ekspansi bisnis ke berbagai bidang usaha yang dilakukannya merupakan bagian rasa syukur dari semua kesempatan yang diberikan Allah SWT.

Bagi Chairul, rasa syukur tak cukup hanya berdoa dan mengucap alhamdulillah, tetapi harus bekerja keras dan terus berusaha. Dengan berkembang, berarti semakin banyak kesempatan kerja dan semakin banyak orang bisa hidup dari perusahaannya. Dan, sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang berguna untuk manusia lainnya.

”CT di mata saya adalah seorang Indonesia yang diimpikan siapa saja. Muda, bekerja keras, sukses besar, bersih dan gentleman,” ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan.

Namun, Chairul berusaha tetap rendah hati. Ia merasa bukan orang pintar karena orang pintar di negeri ini banyak. Begitu pula yang bekerja keras, pun tidak sedikit.

Sukses menjalankan usaha dan mempekerjakan puluhan ribu orang tidak membuat Chairul merasa menjadi aktor utamanya. ”Itu skenario Yang Maha Kuasa,” ujarnya.

Kain batik halus

”Chairul, uang kuliah pertamamu yang Ibu berikan beberapa hari lalu Ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus Ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.” Kata-kata yang diucapkan Hj Halimah, ibunda Chairul, itu masih terngiang jelas dan menyentuh kalbu yang paling dalam.

Ia tidak menyangka ibunya terpaksa melepas kain batik halus simpanan untuk membiayai ongkos masuk kuliahnya di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (UI) tahun 1981. Padahal Chairul yakin, kain batik itu adalah harta paling berharga yang kala itu dimiliki ibundanya.

”Di satu sisi, saya terpukul dan terharu mendengar hal itu. Namun, dari situlah saya bertekad tidak akan meminta uang lagi kepada ibu. Saya harus bisa memenuhi biaya kuliah sendiri,” kata Chairul.

Kompleks bisnis terpadu itu akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan duta besar sejumlah negara. Ia mendedikasikan acara ini untuk perjuangan ibunya, Halimah, yang telah menjadi sosok penyemangat hidupnya hingga kini.

Batik halus yang mirip dengan milik ibunya dulu, akan dijadikan suvenir utama bagi para undangan.

Buku praktikum

Titik balik kemandiriannya dimulai saat Chairul melihat peluang usaha pembuatan buku praktikum kuliah. Ia menjual cetakan buku praktikum dengan harga lebih murah dibandingkan dengan di kios fotokopi yang ada di sekitar Kampus UI.

Ia bekerja sama dengan usaha percetakan milik kerabat salah seorang temannya. Beruntung, usaha pertamanya ini dilakukan tanpa modal karena pemilik percetakan tak mengharapkan uang muka. ”Keuntungan pertama saya Rp 15.000, dan terhitung besar pada zaman itu. Namun, pengalaman yang paling berharga adalah saat belajar soal jaringan dan kepercayaan,” cerita Chairul Tanjung.

Pengorbanan ibu dan keuntungan Rp 15.000 pertama itu membangkitkan rasa percaya dirinya. Perlahan Chairul mengembangkan usahanya dengan mencoba bisnis importir alat kedokteran hingga eksportir sandal.

Dia juga pernah merugi saat gagal merintis pembuatan pabrik sumpit. Namun, kejadian itu tidak membuatnya patah arang.

”Saya selalu menerima kegagalan dengan tangan terbuka. Percaya atau tidak, bila semuanya diterima dengan terbuka, lama-lama kegagalan akan enggan datang,” selorohnya.

Berbekal semangat dan filosofi itu, Chairul dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses Indonesia kini. Majalah Forbes menempatkan Chairul Tanjung pada urutan 937 orang kaya di dunia dengan total kekayaan satu miliar dollar AS.

Beberapa kalangan menyebut Chairul bertangan emas, yang bisa menjadikan semua usahanya nyaris sempurna.

Mengambil alih

”Tangan emas” dibuktikannya saat mengambil alih kembali Bank Mega tahun 1996. Saat itu Bank Mega tengah sakit keras dengan saldo merah di Bank Indonesia mencapai Rp 90 miliar. Sebesar 90 persen di antaranya merupakan kredit macet. Hasilnya, tahun 2011 Bank Mega masuk jajaran 12 bank di Indonesia dengan aset Rp 62 triliun.

Stasiun televisi TransTV dan Trans7 dibawanya menjadi favorit masyarakat dengan program yang dikelola sendiri oleh para personelnya. Pusat hiburan masyarakat di Makassar dan Bandung, seperti Trans Studio, pun dalam waktu singkat menjadi kawasan idola masyarakat Indonesia.

Tidak heran, banyak perusahaan berskala lokal dan internasional menawarkan diri untuk dibidaninya. Salah satunya adalah saat dia mengakuisisi raksasa ritel Perancis, Carrefour. Chairul mengatakan, bukan dia yang memilih mengakuisisi, tetapi pihak Carrefour yang menawarkan kepadanya tahun 2010.

Selain terus membuka kesempatan kerja lewat berbagai unit usaha baru, Chairul Tanjung juga menggagas berbagai organisasi dan kegiatan amal, baik untuk warga miskin maupun korban bencana alam. Di antaranya lewat Chairul Tanjung Foundation, Rumah Anak Madani, Komite Kemanusiaan Indonesia, dan We Care Indonesia. ”Saya sempat terharu saat seorang warga mengatakan akan terus berbelanja di Carrefour agar saya bisa membantu semakin banyak orang,” katanya.

Sebagai manusia biasa, Chairul Tanjung juga pernah punya kekhawatiran besar. Ia merasa cemas bila tidak punya energi lagi untuk mengurus perusahaan yang memayungi puluhan ribu orang ini.

Namun, dia menambahkan, sekarang ia sudah punya jurus jitu untuk menekan kecemasan itu. Tahun 1995, saat mengantar ibunda menunaikan ibadah haji, di pintu Kabah ia mengikrarkan diri sebagai prajurit Allah.

”Sebagai prajurit, apa pun yang Dia berikan, baik, buruk, susah, senang, ringan, berat, insya Allah akan senantiasa saya jalankan dengan ikhlas. Saya pasrah kepada-Nya yang sudah memberikan berkah ini. Karena, toh, dulu juga saya bukan siapa-siapa,” ujar Chairul tersenyum, tanpa beban.

Sumber:kompas



Designed By Bloggertemplatem.Com